Rabu, 16 Mei 2012

LP TUBERKULOSIS (TBC) PARU


LP TUBERKULOSIS (TBC) PARU
  Oleh : Ns Brianz

1.       DEFINISI
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberkulosis.

2.      ETIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis, jenis kuman berbentuk batang, ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um.   Sebagian besar kuman berupa lemak/lipid sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia, fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah yang banyak oksigen, dalam hal ini lebih menyenangi daerah yang tinggi kandungan oksigennya yaitu daerah apikal paru, daerah ini yang menjadi prediksi pada penyakit Tuberkulosis.

3.      KLASIFIKASI

Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.

Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
1.          TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
§  Dengan atau tanpa gejala klinik.
§  BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
§  Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
2.         TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
§  Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif.
§  BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
3.         Bekas TB Paru dengan kriteria:
§  Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative.
§  Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
§  Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
§  Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

4.      FAKTOR RESIKO
§  Rasial/Etnik group : Penduduk asli Amerika, Eskimo, Negro, Imigran dari Asia Tenggara.
§  Klien dengan ketergantuangan alkhohol dan kimia lain yang menimbulkan penurunan status kesehatan.
§  Bayi dan anak di bawah 5 tahun.
§  Klien dengan penurunan imunitas : HIV positip, terapi steroid & kemoterapi kanker.

5.      PROSES PENULARAN

Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di   samping    penularan    melalui    saluran    pernapasan    (paling   sering),  M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).

6.      MANIFESTASI KLINIS

 

            Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan  bahkan kadang-kadang asimtomatik.

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:


1.         Gejala respiratorik, meliputi:
a.       Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b.      Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c.       Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d.      Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2.         Gejala sistemik, meliputi:
a.       Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.

b.      Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

7.      PATOFISIOLOGI
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga hidung dan dan tidak menyebabkan penyakit (Dannenberg, 1981 dikutip dari Price, 1995). Setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya di bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus bawah) basil tuberkulosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka lekosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menimbulkan kerusakan jaringan paru atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Kompleks Gohn yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.
Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah (limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan mencapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmoner). Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi bila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ-organ tubuh.
Pathway (terlampir)

8.      PEMERIKSAAN FISIK
·         Pada tahap dini sulit diketahui.
·         Ronchi basah, kasar dan nyaring.
·         Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara umforik.
·         Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
·         Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)

9.      PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Pemeriksaan Radiologi :
·         Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas.
·         Pada kavitas bayangan berupa cincin.
·         Pada Kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.


Bronchografi :
Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
Pemeriksaan Laboratorium :
·         Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
·         Sputum : pada kultur ditemukan BTA
·         Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)

10.   PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mnecegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH. Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut:
Obat Anti TB Esensial
Aksi
Potensi
Rekomendasi Dosis (mg/kg BB)
Per Hari
Per Minggu
3 x
2 x
Isoniazid (H)
Rifampisin (R)
Pirasinamid (Z)
Streptomisin (S)
Etambutol (E)
Bakterisidal
Bakterisidal Bakterisidal Bakterisidal Bakteriostatik
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
5
10
25
15
15
10
10
35
15
30
15
10
50
15
45

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course  (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:

1.         Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2.         Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3.         Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4.         Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5.         Pencatatan dan pelaporan yang baku. Konsultasi secara teratur






















PROSES KEPERAWATAN


A.     Pengkajian
1.      Aktivitas /Istirahat
-          Kelemahan umum dan kelelahan.
-          Napas pendek dengan pengerahan tenaga.
-          Sulit tidur dengan demam/keringat malam.
-          Mimpi buruk.
-          Takikardia, takipnea/dispnea.
-          Kelemahan otot, nyeri dan kaku.
2.      Integritas Ego
-          Perasaan tak berdaya/putus asa.
-          Faktor stress : baru/lama.
-          Perasaan butuh pertolongan.
-          Denial.
-          Cemas, iritable.
3.      Makanan/cairan
-           Kehilangan napsu makan.
-           Ketidaksanggupan mencerna.
-           Kehilangan  BB.
-           Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis.
4.      Nyaman/nyeri
-          Nyeri dada saat batuk.
-          Memegang area yang sakit.
-          Perilaku distraksi.
5.      Pernapasan :
-           Batuk (produktif/non produktif).
-           Napas pendek.
-           Riwayat tuberculosis.
-           Peningkatan jumlah pernapasan.
-           Gerakan pernapasan asimetri.
-           Perkusi :  Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan).

-           Suara napas : Ronkhi
-           Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.
6.      Kemanan/Keselamatan
-            Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.
-            Demam pada kondisi akut.
7.         Interaksi Sosial : Perasaan terisolasi/ditolak.

B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3.      Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
5.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan informasi kurang / tidak akurat.
6.      Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan dan motivasi tentang kondisi, terapi dan pencegahan penyakit dan pengobatan.
7.      Gangguan konsep diri berhubungan dengan kurang pengetahuan dan motivasi tentang kondisi, terapi dan pencegahan penyakit dan pengobatan.
8.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
9.      Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan nekrosis pada alveoli.
10.  Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi Tuberkulosis.




C.     Intervensi
Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
Ü   Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
Ü   Mendemontrasikan batuk efektif.
Ü   Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
1.      Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
2.      Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3.      Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4.      Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5.      Tahan napas selama 3 - 5  detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
6.      Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/  Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7.      Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
8.      Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
9.  Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi  dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
      
Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
Ü   Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
Ü   Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Ü   Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Rencana tindakan :
1.         Berikan posisi yang  nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2.      Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3.      Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4.      Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
5.         Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
6.      Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi  dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
Ü Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
Ü Menu makanan yang disajikan habis
Ü Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema

Rencana tindakan
1.      Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2.      Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
3.      Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan kapasitas.
4.      Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
R/  cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.
5.      Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat.
6.      Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut
a.    Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b.   Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
c.    Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d.   Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.
7.      Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.



1 komentar: