LP TUBERKULOSIS (TBC) PARU
Oleh : Ns Brianz
1.
DEFINISI
Tuberkulosis
paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang disebabkan oleh
Mycobakterium Tuberkulosis.
2.
ETIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis, jenis kuman berbentuk
batang, ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian besar kuman berupa lemak/lipid
sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia, fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah
aerob yang menyukai daerah yang banyak oksigen, dalam hal ini lebih menyenangi daerah
yang tinggi kandungan
oksigennya yaitu daerah
apikal paru, daerah ini yang menjadi prediksi pada penyakit Tuberkulosis.
3. KLASIFIKASI
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB
klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
1.
TB
Paru BTA Positif dengan kriteria:
§ Dengan atau tanpa gejala klinik.
§ BTA positif: mikroskopik positif 2 kali,
mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif 1 kali atau disokong
radiologik positif 1 kali.
§ Gambaran radiologik sesuai dengan TB
paru.
2.
TB
Paru BTA Negatif dengan kriteria:
§ Gejala klinik dan gambaran radilogik
sesuai dengan TB Paru aktif.
§ BTA negatif, biakan negatif tetapi
radiologik positif.
3.
Bekas
TB Paru dengan kriteria:
§
Bakteriologik
(mikroskopik dan biakan) negative.
§
Gejala
klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
§
Radiologik
menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak
berubah.
§
Ada
riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
4.
FAKTOR RESIKO
§
Rasial/Etnik group : Penduduk asli Amerika, Eskimo, Negro, Imigran
dari Asia Tenggara.
§
Klien dengan ketergantuangan alkhohol dan kimia
lain yang menimbulkan penurunan status kesehatan.
§
Bayi dan anak di bawah 5 tahun.
§
Klien dengan penurunan imunitas : HIV positip, terapi steroid
& kemoterapi kanker.
5. PROSES PENULARAN
Tuberkulosis tergolong airborne
disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara
oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat
mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan
dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah
sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang
yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu
keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi
droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang
terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di
samping penularan melalui
saluran pernapasan (paling
sering), M. tuberculosis juga
dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada
kulit (lebih jarang).
6. MANIFESTASI KLINIS
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1.
Gejala respiratorik, meliputi:
a.
Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan
gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b.
Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak
bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan
darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar
kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c.
Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim
paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d.
Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik
yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2.
Gejala sistemik, meliputi:
a.
Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai
biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influeza, hilang timbul
dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin
pendek.
b.
Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa
minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas
walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
7.
PATOFISIOLOGI
Basil tuberkel yang mencapai permukaan
alveoli biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai
tiga basil karena gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga hidung
dan dan tidak menyebabkan penyakit (Dannenberg, 1981 dikutip dari Price, 1995).
Setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya di bagian bawah lobus atas atau
di bagian atas lobus bawah) basil tuberkulosis ini membangkitkan reaksi
peradangan. Lekosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit
bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama
maka lekosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini
dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menimbulkan kerusakan jaringan paru atau
proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di
dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang
mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini
biasanya berlangsung selama 10-20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan
gambaran yang relatif padat seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis
kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi
disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon
berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut
yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru disebut fokus Ghon
dan gabungan terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan
kompleks Ghon. Kompleks Gohn yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada
orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.
Respon lain yang terjadi pada daerah
nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas
akan masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali
pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga tengah
atau usus.
Kavitas kecil dapat menutup sekalipun
tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan
mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang
terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental
sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan
lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui saluran
limfe atau pembuluh darah (limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar
limfe akan mencapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmoner).
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan
tuberkulosis milier. Ini terjadi bila fokus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke dalam
sistem vaskuler ke organ-organ tubuh.
Pathway (terlampir)
8.
PEMERIKSAAN FISIK
·
Pada
tahap dini sulit diketahui.
·
Ronchi
basah, kasar dan nyaring.
·
Hipersonor/timpani
bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara umforik.
·
Atropi
dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
·
Bila
mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
9.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
:
Pemeriksaan Radiologi :
·
Pada
tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas.
·
Pada
kavitas bayangan berupa cincin.
·
Pada
Kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
Bronchografi :
Merupakan
pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena
TB.
Pemeriksaan Laboratorium :
·
Darah
: leukosit meninggi, LED meningkat
·
Sputum
: pada kultur ditemukan BTA
·
Test
Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)
10.
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mnecegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi
2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan
obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama
yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah
Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH. Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada
tabel berikut:
Obat Anti TB Esensial
|
Aksi
|
Potensi
|
Rekomendasi Dosis (mg/kg BB)
|
||
Per Hari
|
Per Minggu
|
||||
3 x
|
2 x
|
||||
Isoniazid (H)
Rifampisin
(R)
Pirasinamid
(Z)
Streptomisin
(S)
Etambutol (E)
|
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakterisidal Bakterisidal Bakteriostatik
|
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
|
5
10
25
15
15
|
10
10
35
15
30
|
15
10
50
15
45
|
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat
batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya
penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB
yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang
terdiri dari lima komponen yaitu:
1.
Adanya
komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2.
Diagnosis
TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan
penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan
di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3.
Pengobatan
TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas
Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum
obat setiap hari.
4.
Kesinambungan
ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5.
Pencatatan
dan pelaporan yang baku. Konsultasi secara teratur
PROSES
KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
Aktivitas /Istirahat
-
Kelemahan umum dan kelelahan.
-
Napas pendek dengan pengerahan tenaga.
-
Sulit tidur dengan demam/keringat malam.
-
Mimpi buruk.
-
Takikardia, takipnea/dispnea.
-
Kelemahan otot, nyeri dan kaku.
2. Integritas Ego
-
Perasaan tak berdaya/putus asa.
-
Faktor stress : baru/lama.
-
Perasaan butuh pertolongan.
-
Denial.
-
Cemas, iritable.
3. Makanan/cairan
-
Kehilangan napsu makan.
-
Ketidaksanggupan mencerna.
-
Kehilangan BB.
-
Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot,
lemak subkutan tipis.
4.
Nyaman/nyeri
-
Nyeri dada saat batuk.
-
Memegang area yang sakit.
-
Perilaku distraksi.
5. Pernapasan :
-
Batuk (produktif/non produktif).
-
Napas pendek.
-
Riwayat tuberculosis.
-
Peningkatan jumlah pernapasan.
-
Gerakan pernapasan asimetri.
-
Perkusi :
Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan).
-
Suara napas : Ronkhi
-
Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.
6.
Kemanan/Keselamatan
-
Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.
-
Demam pada kondisi akut.
7.
Interaksi Sosial : Perasaan terisolasi/ditolak.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak
efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau
anoreksia
4. Resiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan
silia, stasis dari sekresi.
5.
Kurang pengetahuan tentang kondisi,
terapi dan pencegahan berhubungan dengan informasi kurang / tidak akurat.
6.
Ansietas berhubungan dengan kurang
pengetahuan dan motivasi tentang kondisi, terapi dan
pencegahan penyakit dan pengobatan.
7.
Gangguan konsep diri berhubungan dengan
kurang pengetahuan dan motivasi tentang kondisi,
terapi dan pencegahan penyakit dan pengobatan.
8.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan fisik.
9.
Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan
nekrosis pada alveoli.
10. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi Tuberkulosis.
C.
Intervensi
Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi
yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
Ü Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
Ü
Mendemontrasikan batuk efektif.
Ü Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
1. Jelaskan klien tentang
kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal.
pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
2.
Ajarkan klien tentang metode yang tepat
pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak
terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan
saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi
paru lebih luas.
4. Lakukan pernapasan
diafragma.
R/ Pernapasan diafragma
menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5.
Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan,
keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua ,
tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran
sekresi sekret.
6. Auskultasi paru sebelum dan
sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu
mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7. Ajarkan klien tindakan untuk
menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat;
meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan
sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
8. Dorong atau berikan
perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik
meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter,
radiologi dan fisioterapi.
Pemberian
expectoran.
Pemberian
antibiotika.
Konsul
photo toraks.
R/
Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan
kondisi klien atas pengembangan parunya.
Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
Ü
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
Ü
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Ü Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Rencana tindakan :
1.
Berikan posisi yang nyaman,
biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit.
Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi
maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2.
Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi
pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan
perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan
nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3.
Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut
dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang
diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
4.
Jelaskan pada klien tentang
etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa
yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
5.
Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien
untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien
mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
6.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan
dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian
antibiotika.
Pemeriksaan
sputum dan kultur sputum.
Konsul
photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan
kondisi klien atas pengembangan parunya.
Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
Ü Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
Ü
Menu makanan yang disajikan habis
Ü
Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema
Rencana tindakan
1.
Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan
mual.
R/ Dengan membantu klien
memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki
kepatuhan teraupetik.
2.
Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat
sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut
menurunkan keinginan untuk makan.
3.
Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali
sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan
saluran GI dan menurunkan kapasitas.
4.
Pembatasan cairan pada makanan dan
menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan
napsu makan dan masukan.
5.
Atur makanan dengan protein/kalori tinggi
yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan
kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat.
6.
Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan
makanan tinggi elemen berikut
a.
Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b. Asam folat (sayur berdaun
hijau, kacang-kacangan, daging).
c.
Thiamine (kacang-kacang, buncis,
oranges).
d.
Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan,
sayuran hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus
ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan penyimpanan vitamin
karena kerusakan jarinagn hepar.
7.
Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien
tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan
suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.
klo boleh tau mana sumbernya bang??
BalasHapus